Selasa, 17 Agustus 2010

SAY NO TO TRANSIT TKI

Tahukah Anda banyak "kedok" perdagangan manusia terutama kaum perempuan dengan modus TKI? Biasanya para agen menawarkan jasa sebagai penyalur tenaga kerja di Malaysia, eh tidak tahunya ketika sampai di negeri jiran itu, kaum perempuan kita dijadikan pelacur.

Ironis memang. Sudah tujuh tahun berkecimpung sebagai Duta Trafficking Nasional, pengalaman membuat saya tumbuh menjadi dewasa dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia yang berkedok TKI. Bahkan ada modus operandi baru, yakni umroh.

Modus baru ini termasuk modus perdagangan manusia jaringan internasional. Ngakunya agen umroh, eh ternyata calon peserta umroh malah dijual. Oleh karena itu, kalau mau umroh, khususnya perempuan, sebaiknya jangan berumur 18 tahun ke bawah. Juga tetap memegang paspor dan dokumen penting lainnya. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjebak dalam lingkaran perdagangan manusia yang semakin canggih. Ya, namanya juga manusia. Banyak akalnya.





Menurut data Organisasi International untuk Migrasi (IOM) tahun 2005 - 2010, peringkat pertama kasus perdagangan manusia di Provinsi Jawa Barat dengan korban 850 orang atau 22,76 persen, kemudian disusul Kalbar, 722 orang atau 19,33 persen.

Sedangkan urut ketiga, Jawa Timur sebanyak 461 atau 12,34 persen, disusul Jawa Tengah 428 orang atau 11,46 persen, Sumatera Utara 254 orang atau 6,80 persen, Nusa Tenggara Barat 237 orang atau 6,35 persen, Lampung 189 orang atau 5,06 persen, Nusa Tenggara Timur 163 orang atau 4,36 persen, Banten 81 orang atau 2,17 persen, Sumatera Selatan 72 orang atau 1,93 persen, Sulawesi Selatan 60 orang atau 1,61 persen, dan DKI Jakarta 61 orang atau 1,61 persen.

Sementara untuk perdagangan manusia internal atau domestik tertinggi di Kepulauan Riau 221 orang atau 32,08 persen. Provinsi Kalbar berada pada urutan keenam, yakni sebanyak 21 orang atau 3,05 persen.

Dahulu saya banyak berkecimpung menangani korban perdagangan manusia yang cukup merepotkan. Artinya, saya justru menangani para korban. Sekarang saya cenderung memilih pencegahan dengan kampanye berbentuk penyadaran kaum perempuan agar tidak terjebak dalam lingkaran tersebut. Artinya, sebelum menjadi koban, kita berusaha mencegahnya. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?

Pendidikan. Yap! Itulah bentuk pencegahan yang saya pilih sekarang. Melalui pendidikan, saya dan teman-teman dari Departemen Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Kementrian Pendidikan Nasional bisa melakukan kampanye anti-perdagangan manusia. Dengan pendidikan, kita bisa memberikan penyadaran, agar generasi penerus tidak berkeinginan menjadi TKI.

Belum lama ini, saya pergi ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Menurut data OIM, Provinsi Kalbar sudah berada di peringkat dua dalam kasus perdagangan manusia menurut. Bahkan sempat berada di urutan pertama. Itu bukan prestasi yang patut dibanggakan, lho.




Memang sih cuma transit bukan daerah yang menduduki peringkat pertama dalam perdagangan manusia seperti di Jawa Barat, tetapi manusia-manusia yang ingin “dijual” atau “didagangkan” pasti menggunakan fasilitas di tempat transit tersebut, entah itu penginapan atau kendaraan. Jadi hal tersebut harus tetap kita waspadai dan masyarakat perlu mencegah praktek perdagangan manusia di tempat transit ini.

Tahukah Anda mengapa Provinsi Kalbar rawan dijadikan jalur transit perdagangan manusia? Sebab, Kalbar memiliki lima kabupaten yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Apalagi panjang perbatasan darat Kalbar - Sarawak sepanjang 875 kilometer mulai dari Kabupaten Sambas hingga Kapuas Hulu, dan puluhan jalan tikus (jalan setapak) yang sering dijadikan jalur ilegal.

Nah, sekarang Anda jadi tahu, bahwa baik jalur transit maupun daerah asal perdagangan manusia sama-sama bermasalah. Jadi, mari kita bersama-sama mengatakan SAY NO TO TRANSIT TKI!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.